20 December 2011

TIPS Bagi yang Pacaran Jarak Jauh :)



Banyak orang beranggapan bahwa Long Distance Relationship a.k.a LDR a.ka pacaran jarak jauh adalah hal terburuk dalam logika penantian seseorang. Dimana suatu hubungan atas dasar cinta dan kasih terpisah oleh ruang, jarak, dan waktu. Dimana pertemuan nyata tak bisa selalu dilakukan secara intens dan konstan, tapi apakah alasan pertemuan yang jarang dan terpisah oleh batas jarak adalah alasan utama dalam kandasnya hubungan jarak jauh? Berikut ini tips dari saya bagi yang (terpaksa) “menganut paham” long distance relationship. Check this out!

1. Saling Percaya
Setiap hubungan, entah pacaran atau berteman, entah hubungan yang telah berjalan singkat atau pun lama tetap membutuhkan rasa saling percaya. Itulah yang memperkuat langgengnya suatu hubungan, karena melalui tindakan saling percaya itulah, pasanganmu akan lebih merasa dihargai sebagai seseorang yang memang pantas kamu dicintai. Sikap saling percaya secara tidak langsung juga menunjukkan seberapa dalam kamu mengenal pasanganmu, kamu memercayai dia karena kamu mengenal dia dengan begitu dalam. Cinta bukan tentang saling menuduh apalagi saling menerka, cinta itu saling percaya karena kau mencintai dia makanya kau mempercayainya.

2. Saling Menjaga Hubungan dengan Teman-Teman yang Ada Di Jejaring Sosial
Pacaran jarak jauh biasanya mengandalkan beberapa jejaring sosial sebagai peredam rindu walaupun hal tersebut tak menjamin perasaan rindu akan segara hilang, tapi setidaknya jejaring sosial “membantu” melampiaskan rasa rindu itu, walau hanya memandang fotonya, walau hanya membaca tulisan-tulisannya. Jadi, apakah hubungannya antara menjaga hubungan baik dengan teman di jejaring sosial dengan kekasih yang berada jauh disana? Simple! Hubungannya adalah soal kecemburuan yang bisa saja ada karena salah menerka dan salah sangka. Misalnya, kamu sedang wall to wall atau mention-an dengan seorang lawan jenis yang tidak dikenal oleh kekasihmu dan saat kekasihmu online facebook atau twitter dia mencak-mencak dan mulutnya terus saja merancau karena membaca wall to wall dan mention-an kalian, lebih parah lagi kalau ada kata-kata mesra dan emote kiss bertebaran dalam tulisanmu dengan teman lawan jenismu itu. So, tetap jaga caramu berkomunikasi dengan teman-teman dunia mayamu, ingat batasannya, bukan berarti tak sama sekali menggunakan jejaring sosial.

3. Saling Mengerti Kesibukan dan Kegiatan Masing-Masing
Yap! Ini juga adalah hal yang sangat penting, karena ketika kita mampu mengerti kesibukan dan kegiatan masing-masing, tidak ada lagi pertengkaran membabi buta dan cekcok yang sebenarnya tak perlu terjadi. Hal ini yang biasanya jadi kendala, karena pesan singkat tak segera dibalas, karena telephone yang tak diangkat, menyebabkan kecurigaan yang tak beralasan, padahal si dia sedang sibuk dengan tugas-tugasnya, padahal si dia sedang membahas hal yang penting dengan orangtuanya. See? Kalau saling mengerti kesibukan dan kegiatan masing-masing, tentu tak ada yang dapat mengganggu hubungan kalian. Jarak tetaplah jarak, “dia” tak mampu hancurkan perasaanmu.

4. Saling Berpikiran Positif dan Tidak Over Protective
Runtuhnya suatu hubungan jarak jauh bisa saja karena keteledoran dari pikiran orang-orang yang menjalaninya, dan salah satu penyebabnya adalah terlalu sering nefting (negatif thinking) pada seseorang yang dicintai. Pliss, jangan terlalu menurut pada apa yang otakmu katakan, karena kau juga harus melibatkan hatimu saat menilai suatu hal baik atau buruknya, begitu juga dengan pasanganmu. Kau tak boleh terus-terusan menuduh dia ini itu karena kau terlalu dikendalikan oleh pikiranmu yang negatif, dengan perlakuanmu yang seperti itu, dia akan merasa bahwa kau tak menghargai dia sebagai kekasih. Begitu juga jangan terlalu over protective, karena walaupun dia kekasihmu, dia juga harus punya ruang untuk bersosialisasi, jangan batasi lingkungan pergaulannya dengan cara berlebihan. Percayalah pada dia, kekasihmu. Jika dia benar-benar mencintaimu, dia tidak akan mempermainkan rasa kepercayaanmu.

5. Saling…
Dari semua tips di atas, selalu diawali dengan kata SALING, mengapa? Karena kata SALING berarti dilakukan berbarengan, tidak jalan sendiri-sendiri, dan tidak kuat sendiri-sendiri. Suatu hubungan akan bertahan jika dua orang saling berkorban, bukan hanya satu orang saja yang berkorban. Jika hanya satu orang saja yang berkorban, maka hubungan itu akan timpang, melangkah hanya dengan “satu kaki”. Satu orang berkorban untuk suatu hubungan, maka orang lain juga harus ikut berkorban, itulah yang disebut KEKUATAN.

Gimana tipsnya? SESUATU BANGET kan? :D Oh iya, satu lagi nih dari gue, jangan terlalu takut kalau someday kekasih lo disosor orang lain, kalau kekasih lo sayang sama lo, dia enggak akan serong kanan dan serong kiri, tapi kalau dia berani serong kanan serong kiri, yaaaaah itu pertanda dari Tuhan bahwa dia bukan yang terbaik buat lo, berarti lo MASIH SANGAT PUNYA BANYAK kesempatan untuk menemukan yang lebih baik :) Tetap cintai kekasihmu, walaupun kalian terpisah jarak dan waktu :’)

17 December 2011

Aku Bukan Pilihan

            "Kenapa kamu berubah?" tanyaku perlahan, masih menahan langkahnya.
            "Aku tidak pernah berubah, kamu yang berubah! Egois!" Jawabnya begitu saja, ringan. Seakan-akan dia tak menggunakan otaknya untuk memikirkan ucapannya.
            "Kamu tahu kan kalau aku sayang sama kamu?" Aku masih terus bertanya, aku ingin kepastian.
            "Masa bodoh! Kamu sayang sama aku? Aku enggak peduli! Aku bosan dengan tingkahmu yang terlalu berlebihan itu! Kamu selalu menempatkan dirimu sebagai yang utama, kaukira kaupaling sempurna? Pikirkan caramu, Bodoh!" Dia menghempaskan tanganku, aku hanya menunduk, terdiam.
            Aku hanya menatapnya, tapi dia palingkan wajahnya, "Kenapa harus aku? Kenapa harus aku yang terus kamu sakiti?" Air mata tulus mengalir perlahan, menggenang di pelupuk mata, terjun bebas menuju pipiku. Aku benci kondisi seperti ini. Aku benci ketika aku tiba-tiba saja menangis meskipun aku telah berusaha untuk tetap terlihat kuat.
            Dia menatapku dengan getir, tergesa-gesa merogoh-rogoh isi tasnya, selembar tissue kini ada ditangannya, "Aku hanya ingin melindungi perasaanmu, aku tahu aku bukan yang terbaik, aku tahu kaupernah disakiti mantanmu dengan  begitu dalam. Aku bukan wanita yang konsisten. Wanita-wanita di sekitarmu yang lebih dulu kaukenal jauh lebih konsisten daripada aku. Kenapa kaumasih menahanku?"
            Isak tangis yang kutahan tetap tak mau kompromi pada keadaan, "Kemarin, aku berkata seperti itu karena kamu merancau terus, aku benci wanita yang selalu marah-marah dengan alasan yang tak jelas, terlalu childish! Aku marah sama kamu karena aku sayang sama kamu."
            "Lalu? Kaumau apa? Harusnya kamu menyesal karena telah memilih aku! Kalau kautahu ada wanita-wanita yang konsisten yang jauh lebih baik daripada aku, kejarlah! Biarkan aku pergi!" Ucapnya dengan nada tinggi, sambil sesekali menatap kekasih barunya dengan wajah khawatir.
            Aku semakin frustasi dibuatnya, wanita memang selalu pandai memutar-mutar masalah hingga tak jelas lagi inti dari masalah tersebut. Aku menatapnya geram, dengan cepat kuulurkan tanganku, kuraih tubuhnya, kini dia rasakan lenganku menghangatkan tubuhnya, "Salahku, yang terlalu cepat mengambil keputusan. Salahku, yang mengenalmu dengan begitu instan. Menyatakan cinta dengan begitu cepat, padahal kita belum saling mengenal, belum saling tahu. Tapi, kenapa kaubisa begitu menyakitiku? Apakah yang instan selalu membawa kesedihan?"
            Dia memang tak membalas pelukku, tapi dia mematung, aku tahu dia turut larut dalam hangatnya suasana kali itu, hanya pada saat itulah kami bisa berbicara dengan begitu dekat, dengan pelukan lekat, "Kalau sudah seperti ini, siapa yang pantas disalahkan? Tuhan? Ah, kautahu Tuhan memang punya wewenang tertinggi dalam hidupmu dan hidupku, tak pantas kalau aku dan kamu menyalahkan Dia. Cintamu dan cintaku terlalu buta, kita membiarkan diri kita sendiri tertabrak oleh cinta dengan brutalnya. Lalu, cinta berwujud menjadi sesuatu yang dia suka dan kita terjebak! Kalau sudah seperti ini, bagaimana mau terlepas dari jeratannya?"
            Sialan! Wanita yang awalnya kuanggap seperti anak kecil ini ternyata mampu membuatku menangis untuk kedua kalinya, "Tapi, sebodoh-bodohnya cinta, setolol-tololnya cinta, dia tetap terasa nyaman kan?"
            "Iya, nyaman sekali, disatu sisi aku memang senang berada di dekatmu, di sisi yang lain aku tak mampu mengimbangi kesempurnaanmu. Ini jalan terbaik kan? Tidak membiarkan diriku dan dirimu tersiksa dalam suatu hubungan, aku tahu kau pun sebenarnya tersiksa." Jelasnya perlahan, sesekali kurasakan tangannya menyambut pelukku, lalu dia lepaskan lagi, takutkah dia pada kekasihnya?
            Aku menarik nafas, menenangkan diri, sesakit inikah perpisahan? Aku pasti akan sangat merindukannya, "Berjanjilah padaku bahwa kauakan bahagia bersama pilihanmu, meskipun kebahagiaanmu tak lagi membutuhkan sosokku. Percuma mengharapkan kamu yang dulu kembali, kamu berubah menjadi seseorang yang tidak lagi kukenal. Aku memang bukan pilihan."
            "Kamu yang memaksaku berubah."
            "Jadi, sampai disini?"
            "Ya, sampai disini."
            "Kautidak mau merasakan semur daging buatanku?"
            "Tidak, lain kali mungkin."
            "Aku akan merindukanmu."
            "Begitu juga aku."
            "Pergilah."
            "Jaga dirimu baik-baik." Desahnya perlahan, kubiarkan tubuhnya lepas dari pelukanku. Dia melenggang santai menuju pria di sudut sana yang sejak tadi menunggunya. Dia mencium pipi pria itu dengan begitu mesranya, semesra kala dia mencium pipiku. Dia menggandeng pria itu dengan begitu hangatnya, sehangat dia menggendeng tanganku dulu.
            Sementara aku masih mematung menatap kepergiannya, punggungnya telah berlalu, tangisku belum juga reda. Perpisahan memang kadang butuh air mata.

AKU yang DIA Sembunyikan



Aku tak pernah bebas mencintai dia. Dia lebih suka kucintai secara diam-diam. Dia lebih suka kucintai tanpa harus ada banyak orang yang tahu. Itulah kita, dengan kemesraan yang kami sembunyikan, dengan sapaan sayang yang tak pernah terdengar di muka umum. Seringkali, ada rasa sakit yang menyelinap secara nyata dalam “kerahasiaan” ini, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, aku tak pernah mampu melawan dia yang tetap saja mengatakan sayang meskipun aku selalu dia sembunyikan.

Kami memang terlihat seakan-akan tak memiliki hubungan khusus, kami memang seringkali terlihat seakan-akan tak punya perasaan apa-apa. Padahal, saat kami hanya berdua, perasaan itu membuncah dengan liarnya, rasa cinta itu mengalir dengan derasnya. Tak ada orang lain yang tahu bahwa kami telah bersama, karena dia selalu berpendapat bahwa suatu hubungan memang tak butuh publikasi berlebihan. Tapi, menurutku, ini bukan hanya sekadar pubikasi yang dia ceritakan, nyatanya aku benar-benar disembunyikan, nyatanya saat dia bersama teman-temannya, aku seakan-akan tak pernah ada didekatnya, aku diperlakukannya seperti orang lain. Ada rasa sakit yang sebenarnya diam-diam menyiksaku, tapi aku masih sulit memutuskan tindakan yang harus kulakukan.

Memang, di depannya aku tak pernah mempermasalahkan pengabaiannya, tapi justru tindakan itulah yang membuatku tersiksa di belakangnya. Aku memang bahagia saat bersamanya, tapi apa gunannya kalau dia hanya sanggup untuk menyembunyikanku? Aku memang merasa hangat jika dalam peluknya, tapi apa gunanya jika pelukan itu semu dan tak bisa terus menghangatkanku? Aku terpaksa menunggu dihubungi lebih dulu, jadi dia akan datang padaku ketika dia hanya membutuhkanku? Padahal aku merindukannya, padahal aku ingin menghubunginya lebih dulu.

Aku seringkali merasa bukan seseorang yang penting dalam hidupnya, karena memang dia jarang memperlakukanku layaknya orang penting dalam hidupnya, padahal aku selalu menganggap dirinya penting dalam hidupku, bahwa sebagian diriku ada bersamanya. Lupakan makan malam romantis, lupakan gandengan tangan yang manis, lupakan boneka yang tersenyum dengan bengis, dia memang tak seromantis pria-pria lainnya, dia memang selalu lupa untuk memperlakukanku layaknya wanita. Mungkin, aku sudah terbiasa disakiti olehnya. Mungkin, perasaanku buta akan cinta sesungguhnya, sehingga perlakuan yang menyakitkan pun tetap kuanggap sebagai perlakuan yang membahagiakanku.

Dia bahkan tak mempertegas status kita. Seringkali aku bertanya, inikah cinta yang kucari jika dia hanya bisa menyakiti? Inikah dunia yang kuharapkan jika aku merasa frustasi?  Inikah hubungan yang akan membahagiakanku jika dia tak pernah menganggapku ada dan nyata?

Apakah ini saatnya untuk melanjutkan, atau berhenti di tengah jalan?

12 December 2011

Kita (mungkin) Belum Benar-Benar Putus



Mungkin, dulu aku tak benar-benar mencintaimu, ketika jantungmu berdetak lebih cepat saat bertemu denganku, aku tak merasakan jantungku berdetak dengan hebat ketika bersamamu. Perkenalan kita begitu singkat, pertemuan kita cukup beberapa saat, lalu kaukatakan cinta, lalu ka tunjukkan rasa, lalu kaubahagia dengan cinta "instan" yang kita lalui berdua. Ya, aku bahagia, tapi tidak benar-benar bahagia, karena (mungkin) aku tak merasakan perasaan yang sama denganmu, karena (mungkin) aku asal menjawab saja ketika ka memintaku menjadi saru-satunya dalam hidupmu.

Aku tak pernah mempedulikanmu! Aku tak pernah mau tahu kabarmu! Aku hanya bertingkah seolah-olah kaukekasihku, karena masih ada labirin-labirin kosong dihatiku, yang tak mampu terisi olehmu. Ya, kita bertingkah layaknya pasangan kekasih yang sangat bahagia, tapi apa yang kurasakan? Genggaman tanganmu, kosong! Pelukanmu, semu! Tutur katamu, tak penting bagiku! Senyummu, tak mampu membuat jantungku menderu menggebu! Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan pria-pria itu! Bermesraan dengan mereka tanpa kautahu apa yang kulakukan dibelakangmu. Sebenarnya, apa yang salah denganku? Sebenarnya, ini salahku atau salahmu?

Awalnya, semua berjalan biasa saja, tapi aku mulai risih dengan tingkah bodoh dan keanehanmu! Aku tak tahan dengan semua hal bodoh yang kauperlihatkan padaku. Aku tak suka caramu mengatakan cinta dengan hal setolol itu! Kenapa kaselalu membuatku marah? Kenapa kautak pernah berusaha menumbuhkan cinta dalam hatiku? Kenapa aku tak bisa mencintaimu walaupun kutahu kautelah berkorban banyak untukku?

Tapi, Tuhan memang adil, Tuhan berikanku rasa sakit untuk menyadarkanku dari kesalahanku. Kata putus yang kulontarkan dengan begitu mudahnya, tanpa tangis tapi penuh tawa ternyata tak selamanya menjadi tawa bagiku. Selang beberapa hari memang semua berjalan normal, tapi aku merasa ada mozaik yang hilang dalam hidupku; kamu yang kutinggalkan dengan sengaja dan dengan kejamnya. Pesan singkatmu, tawa renyahmu, senyummu, kata-kata cintamu, tak ada ada lagi hal-hal manis yang dulu kuanggap seperti sampah itu. Tak ada lagi kamu yang mengisi hari-hariku dengan lelucon bodoh dan tampang tolol itu. Tak ada lagi kamu yang diam-diam mencium pipiku ketika aku sibuk dengan handphone dan laptopku. Aku merasa sendirian. Aku benar-benar merasa kehilangan. Kini, aku semakin percaya bahwa kita baru benar-benar mencintai seseorang ketika kita kehilangan sosoknya, dan hal itu kini terjadi padaku.

Memang, setelah berpisah denganmu, aku dengan begitu mudahnya mendapat seseorang lagi yang berusaha mengisi hari-hariku, tapi dia tak sebodoh kamu, dia tak setolol kamu, dia tak mampu menggantikan kamu. Dia hanya berhasil mengganti statusku yang single menjadi in relationship, dia tak benar-benar mampu menggantikan kamu yang (tanpa kusadari) telah mengisi hatiku. Aku semakin mengerti bahwa tak ada seorangpun yang mampu menggantikan sosokmu.

Meskipun kini aku telah bersamanya, dan kaujuga telah menemukan seseorang yang baru, tapi perasaanku tak berubah sedikitpun. Aku justru sangat mencintaimu ketika kini kautelah bersamanya. Saat melihat kaudengan dia, ada rasa sakit yang menikamku dalam-dalam, ada kenangan yang diam-diam mendesakku kembali ke masa lalu, sambil berkata dalam hati: "Dulu aku pernah menggenggam tanganmu, tapi sekarang dia yang mampu melakukan itu, kekasih barumu."

Hanya itu yang bisa kulakukan, MENYESAL! Membiarkanmu mencintaiku tanpa mempedulikan perasaanmu, membiarkanmu memberi kejutan tanpa pernah memerhatikan usaha kerasmu, aku sadar bahwa ternyata dulu kamu benar-benar mencintaiku. Cuma itu yang bisa kulakukan, menangis diam-diam ketika kulihat barang-barang pemberianmu masih kusimpan dengan rapi. Kita memang telah berpisah, tapi perasaanku belum bisa lepas darimu. Kita memang telah putus, tapi kenanganku tentangmu belum benar-benar putus.

Aku takut kehilangan seseorang yang tak lagi kumiliki... kamu.