Aku masuk ke sebuah toko parfum yang pernah kita kunjungi
berdua. Toko parfum di bilangan Depok, tempat yang tidak terlalu asing bagiku
dan bagimu. Di sinilah tempat kencan pertama kita terlewati. Aku melihat-lihat
parfum yang aromanya seperti aroma tubuhmu. Barcelona, parfum yang hanya
kaubeli biangnya saja, yang kaubilang murah itu, dan kusarankan padamu agar
membeli yang asli; supaya saat terkenal kulit, tidak menimbulkan panas ataupun
iritasi. Kamu menyetujui hal itu dan yang dipikiranku kali ini hanya satu,
memiliki segera parfum Barcelona untuk mengganti aroma tubuhmu yang belum lama
ini pergi.
Setelah dari sana, aku berjalan ke lapo, tempat makan khas
Batak. Memesan makanan yang dulu kaupesan. arsik, seperti pepes ikan, makanan
yang berusaha diterima oleh lidahku yang sangat Jawa sekali. Kamu tertawa
ketika wajahku berubah merah karena tak tahan dengan pedasnya makanan
kesukaanmu itu, kamu semakin tertawa geli ketika aku hampir menangis melihat sangsang,
salah satu makanan kesukaanmu juga yang terbuat dari daging anjing. Kali ini,
tanpa ditemani olehmu, aku memakan ariskku sendiri, membayangkan kamu yang dulu
pernah mengambilkan daging ikan ini untukku dan mengelus lembut rambutku
layaknya seorang abang yang menyuruh adiknya lekas makan dan tumbuh besar.
Dengan badan yang cukup lelah, aku mencoba menerjemahkan
perasaanku. Aku kembali membuka laptop-ku dan melanjutkan novel yang harus
sesegera mungkin kuselesaikan. Mataku sudah sangat mengantuk, ditambah lagi
perasaan aneh yang menggeluti setiap malam-malamku. Aku tak lagi mendengar
suaramu, suara beratmu yang selalu mengantarkan tidurku. Sekarang, aku harus
menerima kenyataan bahwa kamu tak lagi menjadi bagian dalam hari-hariku.
Entah mengapa, mataku mulai panas, dan aku tak heran jika
beberapa hari ini keyboard laptop-ku selalu tiba-tiba basah, sesegera mungkin
aku segera meraih tisu, menghapus jejak-jejak air mata yang ada di laptopku dan
di pelupuk mataku; tentunya dengan jemariku sendiri. Karena sekarang, jemarimu
mungkin telah menghapus air mata wanita lain, air mata wanita yang mungkin
disetujui ibumu.
Menyadari bahwa susunan dan logika kalimat yang kutulis
mulai berantakan, aku mulai meninggalkan tulisanku sebentar, dan berbaring
sambil menatap langit-langit kamar. Kukira dengan begini, aku bisa melupakanmu,
tapi dengan menatap langit-langit kamar ini, aku jadi ingat peristiwa ketika
kamu tak ingin melepaskanku dari pelukmu, saat kamu terkena demam hebat kala
itu. Aku yang kehujanan, membawakanmu obat, segelas air putih, dan bubur ayam
kala itu hanya menjadi sosok pengganti kekasihmu yang tak bisa hadir
menemanimu. Sejak berkenalan denganmu, sejak tahu kamu telah memiliki kekasih
dan tahu bahwa kekasihmu satu etnis denganmu, sejak saat itu pun sebenarnya aku
sudah merasakalah. Tapi, Abang, aku cuma perempuan Jawa yang tidak akan
memaksakan kehendakmu jika kita tak bisa bersatu karena kita berbeda, aku tidak
memperjuangkan siapa yang harus menang dan harus kalah, aku hanya tahu
mencintaimu; dan entah mengapa aku belum punya alasan yang logis untuk
melupakanmu.
Saat kamu sakit dan hujan yang turun di langit Depok kala
itu, kamu hanya memelukku dengan sangat rapat, tidak berbicara apapun, yang
kuingat kala itu kamu hanya memanggil nama kekasihmu berkali-kali dan mengira
aku adalah kekasihmu, wanita yang tak pernah ada saat kamu butuh. Sebenarnya,
aku sangat ingin menangis kala itu, tapi melihatmu dalam keadaan sakit begitu,
aku tak pernah ingin menambah bebanmu lagi.
Sekarang, aku berusaha tidur lelap, esok hari aku akan
membuang kerduas berisi kalung salib pemberianmu, beberapa tiket bioskop,
bingkai foto, boneka, dan beberapa puisi yang kamu tuliskan untukku. Esok hari,
aku akan membuat semua barang itu ke tempat sampah, dan setelah hari itu; aku
akan sukses melupakanmu.
Aku beranjak tidur dan meraih parfum Barcelona, aku
menyemprotkan parfum itu ke seluruh tubuhku. Dengan begini, aku akan tidur
lebih pulas karena aku merasa sedang tertidur lelap dalam pelukanmu.
Pafrum itu masih penuh di botolnya, untuk beberapa hari ke depan aku masih punya cadangan untuk mengganti aroma tubuhmu yang telah pergi. Aku tak tahu, apakah dengan begini, aku bisa benar-benar melupakanmu?