Hey, apa kabar kamu?
Aku tidak tahu, tulisanku tentang kerinduanku terhadap tatapan matamu ternyata meraup perhatian dari banyak orang. Kemarin, mereka kerap menebak siapa dirimu. Seluruh DM Instagram-ku penuh dengan tebakan siapa namamu, di posisi mana kamu bermain di tim sepak bola kesayanganku, bahkan berusaha mencari tahu nomor punggungmu. Ah, biarlah segalanya menjadi rahasia kita berdua. Biarkan kisah yang tidak pernah terjamah ini tersimpan rapat hanya di benakku. Karena, aku tahu, di hatimu; kisah kita mungkin tidak pernah ada.
Ketika menulis ini, aku mendengarkan lagu Chasing Stars. Lagu asli milik Snow Patrol yang dinyanyikan cover oleh Chase Eagleson. Masih ingatkah kamu dengan lagu ini? Sewaktu workshop penulisan novel di Semarang, aku tidak sengaja mendengar lagu ini, sebagai lagu yang mengalun ketika aku menyetel televisi di hotel. Setelah aku bercerita mengenai lagu ini, kamu ternyata langsung mendengarkan lagunya. Dan, reaksimu, sungguh menenangkan buatku. Kamu turut menyukai lagu ini.
Saat-saat itu, adalah saat bahagia bagiku. Karena aku dan kamu masih ada dalam keadaan baik-baik saja. Aku bahkan sering menyusulmu ke Lapangan Sutasoma, hanya sekadar untuk menyaksikan kamu latihan sore. Itupun atas permintaan dan izinmu.
Kamu ingat? Saat latihan sore, kamu berlatih untuk menendang ke gawang. Gol yang kamu ciptakan turut spektakuler di mataku. Ratusan tepuk tangan berhasil kamu raup dari seluruh fansmu. Aku tidak mengerti, mengapa setelah mencetak gol, kamu langsung berlari ke arahku, dan tersenyum sesaat. Sungguh, aku tidak bisa melupakan tatapan itu. Senyummu terlanjur masuk menjadi racun dalam darahku. Dan, aku tidak menemukan penawarnya agar aku bebas dari rasa mabuk kepayang terhadap sosokmu.
Seusai latihan sore, kamu memintaku menunggu di gerbang belakang mesmu. Beberapa menit kemudian, kamu muncul dengan keringat yang masih tersisa di pelipismu. Aku tidak mengerti, mengapa detik itu, kamu langsung memelukku. Jemarimu kerap menyentuh setiap helai rambutku. Tidak ada kalimat apapun yang terlontar dari bibir kita. Tapi, detak jantungmu, helaan napasmu, sentuhanmu; sudah cukup menjawab segalanya. Kamu ternyata menyimpan rindu yang sama, seperti rindu yang aku punya.
Malam itu, masih jadi malam yang terindah buatku. Bahkan, hingga saat ini, aku masih ingat, seberapa erat pelukmu menahanku untuk tidak segera pulang ke rumah. Tidak bisakah hal itu kembali terulang? Tidak bisakah detik bergerak mundur, hingga aku tidak pernah kehilangan kamu? Tidak bisakah kenangan kita kembali terjadi lagi, hingga aku tidak pernah merasakan perihnya perpisahan?
Tidak ada yang tahu, seberapa jauh aku dan kamu telah melangkah. Segalanya kita simpan rapat-rapat berdua. Segalanya aku simpan dalam diam semata. Hingga puncaknya, aku terpaksa harus kehilangan kamu.
**
Sudah baca sebelumnya di Aku Rindu Tatapanmu? Baca "Aku Rindu Tatapanmu" >> di sini
Tuh, kan, nangis bacanya :') Sudah baca novel #TidakPernahAdaKita, siapa tahu tangismu bisa melegakan perasaanmu. Pembelian novel #TidakPernahAdaKita di Whatsapp, silakan klik >> di sini