"Kenapa kamu berubah?" tanyaku perlahan, masih
menahan langkahnya.
"Aku tidak pernah berubah, kamu yang berubah!
Egois!" Jawabnya begitu saja, ringan. Seakan-akan dia tak menggunakan
otaknya untuk memikirkan ucapannya.
"Kamu tahu kan kalau aku sayang sama kamu?" Aku
masih terus bertanya, aku ingin kepastian.
"Masa bodoh! Kamu sayang sama aku? Aku enggak
peduli! Aku bosan dengan tingkahmu yang terlalu berlebihan itu! Kamu selalu
menempatkan dirimu sebagai yang utama, kaukira kaupaling sempurna? Pikirkan
caramu, Bodoh!" Dia menghempaskan tanganku, aku hanya menunduk, terdiam.
Aku hanya menatapnya, tapi dia palingkan wajahnya,
"Kenapa harus aku? Kenapa harus aku yang terus kamu sakiti?" Air mata
tulus mengalir perlahan, menggenang di pelupuk mata, terjun bebas menuju
pipiku. Aku benci kondisi seperti ini. Aku benci ketika aku tiba-tiba saja
menangis meskipun aku telah berusaha untuk tetap terlihat kuat.
Dia menatapku dengan getir, tergesa-gesa merogoh-rogoh
isi tasnya, selembar tissue kini ada ditangannya, "Aku hanya ingin
melindungi perasaanmu, aku tahu aku bukan yang terbaik, aku tahu kaupernah
disakiti mantanmu dengan begitu dalam. Aku bukan wanita yang konsisten.
Wanita-wanita di sekitarmu yang lebih dulu kaukenal jauh lebih konsisten
daripada aku. Kenapa kaumasih menahanku?"
Isak tangis yang kutahan tetap tak mau kompromi pada
keadaan, "Kemarin, aku berkata seperti itu karena kamu merancau terus, aku
benci wanita yang selalu marah-marah dengan alasan yang tak jelas, terlalu childish! Aku
marah sama kamu karena aku sayang sama kamu."
"Lalu? Kaumau apa? Harusnya kamu menyesal karena
telah memilih aku! Kalau kautahu ada wanita-wanita yang konsisten yang jauh
lebih baik daripada aku, kejarlah! Biarkan aku pergi!" Ucapnya dengan nada
tinggi, sambil sesekali menatap kekasih barunya dengan wajah khawatir.
Aku semakin frustasi dibuatnya, wanita memang selalu
pandai memutar-mutar masalah hingga tak jelas lagi inti dari masalah tersebut.
Aku menatapnya geram, dengan cepat kuulurkan tanganku, kuraih tubuhnya, kini
dia rasakan lenganku menghangatkan tubuhnya, "Salahku, yang terlalu cepat
mengambil keputusan. Salahku, yang mengenalmu dengan begitu instan. Menyatakan
cinta dengan begitu cepat, padahal kita belum saling mengenal, belum saling
tahu. Tapi, kenapa kaubisa begitu menyakitiku? Apakah yang instan selalu
membawa kesedihan?"
Dia memang tak membalas pelukku, tapi dia mematung, aku
tahu dia turut larut dalam hangatnya suasana kali itu, hanya pada saat itulah
kami bisa berbicara dengan begitu dekat, dengan pelukan lekat, "Kalau
sudah seperti ini, siapa yang pantas disalahkan? Tuhan? Ah, kautahu Tuhan
memang punya wewenang tertinggi dalam hidupmu dan hidupku, tak pantas kalau aku
dan kamu menyalahkan Dia. Cintamu dan cintaku terlalu buta, kita membiarkan
diri kita sendiri tertabrak oleh cinta dengan brutalnya. Lalu, cinta berwujud
menjadi sesuatu yang dia suka dan kita terjebak! Kalau sudah seperti ini,
bagaimana mau terlepas dari jeratannya?"
Sialan! Wanita yang awalnya kuanggap seperti anak kecil
ini ternyata mampu membuatku menangis untuk kedua kalinya, "Tapi,
sebodoh-bodohnya cinta, setolol-tololnya cinta, dia tetap terasa nyaman
kan?"
"Iya, nyaman sekali, disatu sisi aku memang senang
berada di dekatmu, di sisi yang lain aku tak mampu mengimbangi kesempurnaanmu.
Ini jalan terbaik kan? Tidak membiarkan diriku dan dirimu tersiksa dalam suatu
hubungan, aku tahu kau pun sebenarnya tersiksa." Jelasnya perlahan,
sesekali kurasakan tangannya menyambut pelukku, lalu dia lepaskan lagi,
takutkah dia pada kekasihnya?
Aku menarik nafas, menenangkan diri, sesakit inikah
perpisahan? Aku pasti akan sangat merindukannya, "Berjanjilah padaku bahwa
kauakan bahagia bersama pilihanmu, meskipun kebahagiaanmu tak lagi membutuhkan
sosokku. Percuma mengharapkan kamu yang dulu kembali, kamu berubah menjadi
seseorang yang tidak lagi kukenal. Aku memang bukan pilihan."
"Kamu yang memaksaku berubah."
"Jadi, sampai disini?"
"Ya, sampai disini."
"Kautidak mau merasakan semur daging buatanku?"
"Tidak, lain kali mungkin."
"Aku akan merindukanmu."
"Begitu juga aku."
"Pergilah."
"Jaga dirimu baik-baik." Desahnya perlahan,
kubiarkan tubuhnya lepas dari pelukanku. Dia melenggang santai menuju pria di
sudut sana yang sejak tadi menunggunya. Dia mencium pipi pria itu dengan begitu
mesranya, semesra kala dia mencium pipiku. Dia menggandeng pria itu dengan
begitu hangatnya, sehangat dia menggendeng tanganku dulu.
Sementara aku masih mematung menatap kepergiannya,
punggungnya telah berlalu, tangisku belum juga reda. Perpisahan memang kadang
butuh air mata.
how old are you Dwit ?? You kinda younger than me, but Im really like your articles ...
ReplyDeleteaaaaaaa!! im fan of you!! awesome!
Nice story.. Wah, ditunggu postingan berikutnya :)
ReplyDeleteoh tidakkk setelah baca tulisan ini jadi ke inget sang mantan :(
ReplyDeletetp keren lho tulisan nya menyentuh sekali :)
wah keren......
ReplyDeletei like this...
coba deh nntn drama "My Girl Friend Is a Gumiho",mirip critaN....
baguus banget :(
ReplyDeleteoh dear... menyentuh hati... dengan membaca kalimat "Sementara aku masih mematung menatap kepergiannya, punggungnya telah berlalu, tangisku belum juga reda. Perpisahan memang kadang butuh air mata"
ReplyDeleteperfecto... ^_~
i like your story kakak :)
ReplyDeleteBagus kak, like this... :)
ReplyDeletehemmm...mengharukan sekali yahh...mendengar dan membacanya membuat bulu kuduk ku bergidik...
ReplyDeletekeren2..banget..:D
kunjungan perdana, like this :)
ReplyDeletejangan lupa berkunjung balik yaa
bisa di copy gak cerpennya?
ReplyDeletedalem banget.. :'(
ReplyDeleteHmmm... Keren bangett :'(
ReplyDeletekeren ahhh ,
ReplyDelete:((
ReplyDeletetulisanmu emang selalu nangis-able dwit :')
nangis bacanya :"""(
ReplyDeleteyou so:') amazing!
ReplyDeleteKerenn bangett :''))
ReplyDeleteterharu dan menguras hati untuk membacanya :))
aaaaa kakak!!! keren banget! nyentuh! sampe nangis bacanya! demi apapun:"
ReplyDeleteHikz:(
ReplyDeleteApakh yg instan slalu m'bawa kesedihan...?
Ini keren banget kakk. :)
ReplyDeletemampit yaa di wahyuashri.blogspot.com
awesome:)
ReplyDeleteWow
ReplyDeleteAh tentang gue banget:')
ReplyDeleteGood story,, ngena banget storynya dngn apa yg w rasain.. Emang segala sesuatu yg singkat itu bakal berujung menyakitkn ya??
ReplyDeleteini yang aku alami sampai dia tak ada lagi didunia.
ReplyDeletenice stOry, but . . Not happy ending , i'm so sad with him ...
ReplyDeleteSimple tapi ngena bgt
ReplyDeleteNgena bgtt :'(
ReplyDeletemantap
ReplyDeletekakak memang penulis berbakat :)
ReplyDeleteNice story ;))
ReplyDeleteceritanya bagus ,pertahankan ya mbak dwitasari
ReplyDeleteMenyentuh banget :') "Berjanjilah kepadaku bahwa kau akan bahagia bersama pilihanmu, meskipun kebahagiaanmu tak lagi membutuhkan sosokku, percuma mengharapkan kamu yg dulu kembali, kamu berubah menjadi seseorang yg tidak lagi ku kenal.aku memang bukan pilihan" :'( terharu
ReplyDeletenice story :)
ReplyDeletekisahnya mirip, berakhir dengan dua orang tolol bedanya si cewek engga jadian lagi
ReplyDeletepostingan kali ini gue banget , tapi aku yg di posisi cowonya :')
ReplyDeletekakak bagus sekali :)
ReplyDeleteJoint juga ya teman2 di coretan2 ku :)
http://fiksikufiksimu.blogspot.com/