Hey, apa kabarmu? Aku rasa, jika kita masih bersama, tentu aku dan kamu sudah tersiksa dengan rindu yang sama beratnya. Untungnya, kita sudah tidak lagi jalan beriringan, sehingga kamu bisa mengejar mimpimu, dan aku di sini bisa serius menjalani cita-citaku.
Aku berharap, kamu bisa meletakan hatimu di kota Bumi Manuntung itu. Gol pertamamu di tim kebanggaan barumu telah cukup menjadi bukti, hatimu telah kamu berikan sepenuhnya untuk tim kebanggaanmu.
Tentu berat untukmu, terseok-seok dari satu kota ke kota lain hanya agar bisa menembus mimpi-mimpimu. Aku tahu, menjadi dirimu bukanlah hal yang mudah. Tapi, percayalah, tetes-tetes doaku selalu berjalan mengikuti detak langkahmu.
Dalam diam, aku pun setengah berharap. Mungkinkah kamu akan segera kembali ke tim kebanggaan Ibu Kota itu? Agar, ya, kalau boleh sedikit berandai-andai, supaya aku dan kamu bisa mengulang "kita" yang dulu pernah ada.
Kita dulu pernah begitu sempurna. Aku dan kamu yang saling mengalirkan tawa. Kamu yang memelukku dalam derasnya hujan sebelum kita memasuki McD di PGC Cilitan, kala itu. Kamu yang melempar senyum ke arahku setiap kali aku menungguimu latihan sepak bola di Lapangan Sutasoma, Halim Perdanakusumah. Atau, kamu yang membisikan setiap inci kata cinta di telingaku.
Haha. Aku pernah begitu bahagia ketika bersamamu. Dan, kamu pernah begitu menangis, ketika kamu harus meninggalkan Jakarta untuk kembali ke kotamu tidak jauh dari Makassar sana. Sayangku, apa arti dari seluruh air matamu?
Apakah itu artinya, kita diam-diam masih saling merindukan?
- dari penulis yang menemanimu menonton Pengabdi Setan.
Saya gak pernah mengomentari sebuah tulisan di blog orang lain sebelumnya. Tapi kali ini, sepertinya saya harus menulisnya di sini dan berkata: Tulisanmu indah duhai gadis. Kata-katamu seolah menghipnotisku. Hanya satu, aku menyukai dan mengagumimu.
ReplyDeleteNice writing
ReplyDelete