23 December 2013

Sebelum Kita Berpisah

Insiden semalam cukup membuatku terpukul. Sebenarnya hanya peristiwa sederhana, kamu tidak mengangkat panggilan teleponku karena ketiduran, namun entah mengapa sinyal yang semakin ingin kutolak itu akhirnya terasa juga. Semoga ini bukan pertanda bahwa kamu bukan lagi pria yang kukenal. Aku belum tahu apakah semua perubahanmu hanya karena kamu telah bosan denganku yang selama ini tak mengirimkan tanda atau mungkin kamu sudah menemukan wanita lain yang bisa membuatmu merasa nyaman dan utuh.

Aku berusaha diam dan hanya bisa mengamatimu, pertemuan kita terakhir sudah jadi alasanku merasa sedih beberapa hari ini. Kita jarang bertemu dan tentu kautahu jarak kita yang sangat jauh membuat aku dan kamu jarang-jarang bertatap muka dan mata. Tapi, kamu sia-siakan waktu pertemuan kita sambil berbicara dengan rekan-rekanmu yang lain, lalu kamu asik dengan ponsel yang selalu ada dalam genggamanmu. Entah dengan jemarimu itu kausedang bercakap dengan siapa.

Selama ini aku mencoba tak bicara, aku mencoba menerima bahwa kita kini tak lagi sama. Perbedaan itu semakin terasa, ketika kaumulai berbicara soal wanita-wanita berjilbab yang mencuri  perhatianmu. Kamu tak tahu betapa saat itu perasaanku sangat terpukul dan aku tak tahu selama ini kauartikan apa kebersamaan kita yang menginjak satu tahun dua bulan ini. Maksudku, apa kamu berusaha memberiku sinyal bahwa kamu meminta aku menjauh dan tak lagi berharap kita bisa sedekat dulu lagi. Apa kauingin aku memahami, bahwa kekuranganku yang tak bisa menemanimu lima waktu itu adalah kesalahan yang harus kusadari?

Gara-gara menulis ini, aku kembali mengingat awal perkenalan kita yang manis, yang melupakan jauhnya jarak dan segala perbedaan. Ini salahku, tentu, saat itu kamu sedang cinta-cintanya denganku, namun aku malah asik dengan pria lain di luar sana yang bagiku terlihat menarik. Aku mengabaikanmu, aku tak ingin dengar bisikkan cintamu, lalu kita menjalin hubungan dengan status yang entah harus disebut apa. Sejujurnya, aku tahu dari awal kamu tak dekat dengan siapapun kecuali aku, tapi aku tak mau hargai kesetiaanmu, aku malah membagi hati pada pria-pria yang bibirnya manis dan pandai menenggelamkan aku pada harapan palsu. Aku sadar bahwa perubahanmu adalah kesalahan yang harusnya kusadari sejak awal, tololnya aku baru menyadari semua ini ketika tiba-tiba kamu berubah jadi pria yang sangat berani, pria yang tak ingin kutindas lagi, pria yang mungkin suatu hari nanti akan meninggalkanku tanpa basa-basi.

Setiap mengingat ini, rasanya aku ingin menangis. Aku baru sadar bahwa ternyata aku sangat membutuhkanmu, aku baru menyadari betapa kamu mencintaiku justru saat kamu telah berubah jadi seseorang yang tak lagi terlihat mencintaiku. Saat pria-pria itu pergi, akhirnya aku tahu ternyata selama ini aku mengejar hal yang salah. Selama ini aku terlalu asik dengan duniaku dan mengesampingkan perasaanmu. Kuingat lagi masa-masa itu, saat kamu jauh-jauh datang dari kotamu namun aku justru pergi mencari pria yang memberi bayang-bayang semu, padahal jelas-jelas ada kamu yang nyata dan ada. Aku menyesal pernah melakukan hal itu padamu dan saat kauberubah seperti ini, rasanya aku ingin mengulang waktu agar aku bisa memelukmu, menggengam tanganmu, dan merasakan embusan napasmu sehangat kemarin. 

Kali ini, aku merasa kamu semakin jauh. Hubungan kita saat ini seakan seperti formalitas karena masih ada hal yang belum terselesaikan. Hal itu kutahu ketika kutatap matamu, tak ada teduh rindu yang kutemukan lagi di sana. Saat kaugenggam jemariku, tak ada lagi hangat dari eratnya penyatuan jari-jari kita. Kembali kuingat percakapanmu tentang wanita jilbab itu, aku tak bisa terus menahanmu untuk mempertahankan hubungan ini.

Aku tahu, kamu pun tak ingin munafik. Seorang pria muslim pasti ingin menjadi imam untuk wanita yang salat bersamanya, memimpin salat jamaah bersama dengan buah hati mereka, dan kamu tentu ingin naik haji bersama seorang wanita yang sangat kaucintai. Aku tahu itu dan aku sebagai wanita yang merayakan hari raya di tanggal dua puluh lima Desember hanya bisa berharap, kauselalu bahagia meskipun suatu saat nanti kita harus berpisah.

dari perempuan
yang selama ini
kauanggap; adik.

28 comments:

  1. Selalu terkagum dengan berbagai tulisan yang ada disini, salam untuk ka Dwita :D

    ReplyDelete
  2. :: Ketika aku sholat di dalam mesjid dan kamu setia menunggunya,,
    ketika setiap malam Minggu ku biarkan kau meluangkan waktumu di gereja.

    ReplyDelete
  3. Kak tulisan2 kakak buat aku nangis, buat aku merasa bodoh telah terlalu egois hingga saat dia telah pergi aku baru sadar t'nyata aku juga sangat mencintainya :'(

    ReplyDelete
  4. Astaga hampir pas bgt:') nyeess rasanya.

    ReplyDelete
  5. Ceritanya mantap untuk dibaca

    ReplyDelete
  6. Pas sekali :') 1 tahun dua bulan tepat di 22 desember tapi aku islam dia juga, cuman adegan sia" itu memang tepat :) thanks kak

    ReplyDelete
  7. menyentuh :) tetap menulis dan tetap menjadi penulis inspiratif kak :)

    ReplyDelete
  8. keren kak, terus menciptakan tulisan-tulisan keren ya kak :-)

    ReplyDelete
  9. klimaksnya dapet kak... :'(

    ReplyDelete
  10. Aku mencintaimu walaupun kita menyebut nama Tuhan dengan berbedA

    ReplyDelete
  11. aaa keren! :")
    mampir juga ya atikarf.blogspot.com

    ReplyDelete
  12. Perbedaan menjadi permasalahan terbesar. Terlebih agama.

    ReplyDelete
  13. Ijin repost di blog ku ya kak Dwit :) ceritanay aku banget soalnya :')
    Makasih sebelumnya kak :)

    ReplyDelete
  14. Penyesalan selalu datang terakhir .ini kisah gue bgt kak :')ngena bgt

    ReplyDelete