Selamat datang di umur dua puluh, Sayang. Saat kamu harus melepas sikap kekanak-kanakanmu dan siap menyapa dunia baru, dunia orang dewasa, yang katanya tak ada lagi dongeng yang meninabobokan tangis semalaman. Tapi, di mataku, kamu tak pernah terlihat kanak-kanak.
Apa kabar kamu? Aku sudah lama tak mengikuti beritamu, tak lagi sibuk mencarimu, ataupun diam-diam mencuri kabarmu dari akun sosial media. Beberapa lama ini, aku sengaja tak memusingkan semua tentangmu, berusaha tak lagi candu akan kehadiranmu, dan tidak ingin tahu dengan siapa kamu menghabiskan sisa umurmu. Tapi, ya, seperti surat-suratku beberapa tahun yang lalu, kamu selalu berlabuh pada hati yang lain, yang tentu saja bukan aku sebagai dermaga pilihanmu.
Ini surat keempat dariku. Surat yang setiap tahun kubuat saat ulang tahunmu. Surat yang sebenarnya jika kutulis hanya menambah luka baru, rasa-rasa pahit yang entah mengapa sekarang telah bisa membuatku tersenyum setiap kali aku mengingatmu; mengingat kita. Surat ini kubuat di antara rasa lelahku ketika harus berjibaku dengan beberapa tokoh novel dalam tulisanku. Tulisan sederhana ini kuketik ketika mataku telah terantuk dan harusnya aku sudah meringkuk di atas kasurku. Tapi, demimu, aku rela melakukan apapun, meskipun tanpa sepengetahuanmu.
Mungkin surat ini tak akan kaubaca, tapi izinkan teman kecilmu ini kembali mengingat dirimu yang pernah begitu sempurna di kacamatanya. Beri aku sedikit ruang untuk bernapas setelah sekian lama dibikin sesak oleh kepergianmu. Malam ini, hanya bunyi laptop-ku dan ketikan jemari di keyboard-kulah yang menemaniku untuk mengingat ketololan dan kebodohan kita.
Aku mundur pada peristiwa dua belas tahun lalu. Kamu masuk di semester dua, anak baru yang tak tahu malu, dan selalu peringkat satu. Aku, gadis lugu yang belum lancar membaca dan menghitung di umur delapan tahun itu tak pernah mengerti mengapa saat melihatmu, semua pelajaran yang menurutku susah; terasa lebih indah jika dikerjakan. Aku mengingat semua detail itu, deretan peristiwa yang membuatku kebingungan. Aku tak tahu apa arti senyummu ketika kamu mengajariku metematika. Aku tak tahu apa arti rangkulanmu ketika kamu dengan tawa dan canda mengajariku Ilmu Pengetahuan Sosial. Aku tak mengerti apa arti tatapanmu saat kamu dengan sabar membimbingku memahami Ilmu Pengetahuan Alam. Aku tak paham apa maksud dari jemarimu yang membasuh keringatku seusai kita main kasti di lapangan belakang, tempat bus-bus besar parkir. Kamu membuatku bertanya-tanya, bertahun-tahun selalu bertanya-tanya, namun aku senang bisa terus menggali semua mimpi bersamamu. Aku senang melihat bening matamu, merasakan sentuhan jemarimu yang berisi dan gemuk. Menikmati setiap inci keringat yang bergelayut di rambut keritingmu. Bertahun-tahun aku masih bertanya-tanya, hingga pada saat kita naik kelas; aku semakin merasa gila karena pertanyaanku.
Di balik seragam putih birumu, tersimpan sosok tangguh yang entah mengapa membuatku selalu ingin berada di dekatmu. Saat kelas enam dan selama bertahun-tahun Tuhan mengizinkan kita sekelas lagi, semakin hari aku merasakan keganjilan yang luar biasa. Aku mulai senang menulis tentangmu, mendengarkan lagu-lagu cinta, dan lagu Peterpan yang membahana tahun itu benar-benar membantuku menyuarakan isi hati. Aku tak menyadari apa yang kurasakan selama ini, yang kutahu, aku merasa nyaman bersamamu ketika kita saling membagi makanan saat istiharat. Yang aku rasakan, aku merasa senang ketika saat Paskah tiba, kamu selalu berada di dekatku untuk membantuku menghias kelas bersama. Aku juga bahagia ketika saat Natal dan kita harus menyanyi paduan suara, matamu yang tajam itu seringkali mencuri pandang ke arahku. Dan, saat mata kita tiba-tiba bertemu, rasanya aku semakin sulit bernapas.
Aku masih bertanya-tanya, selama bertahun-tahun, apa maksud dari semua ini? Ketika kau menggodaku dari belakang barisan, sehingga membuatku kagok menjadi dirigen pemimpin lagu Indonesia Raya. Kamu memuji suaraku yang katamu merdu, setiap selesai upacara, sambil melepas topi merahmu, sehingga menimbulkan butir-butir keringat di keningmu. Ah, aku suka itu, dan aku membalas dengan rasa canggung, duduk malu-malu di bangkuku, dan diam-diam kembali menulis puisi baru lagi untukmu.
Aku masih bertanya-tanya, penasaran apa arti dari semua ini. Ketika kauceritakan mimpimu ingin menjadi seorang pilot dan aku membalas ceritamu dengan bercita-cita ingin jadi seorang insinyur seperti ayahku, aku mulai merasakan ada getaran lain yang menyelinap, sorot matamu yang teduh dan lembut itu, membuat aku semakin takut menghadapi saat-saat kelulusan. Mungkin kita akan berpisah, kauentah berada di sekolah menengah pertama di mana dan aku entah berada di sekolah mana.
Namun, Tuhan masih berbaik hati, sekali lagi. Kita satu sekolah, sayangnya hal itu tak kunjung membuat kita sedekat dulu. Aku merasa kamu jauh dan kita hanya bertemu setiap perayaan Paskah dan Natal. Selama enam tahun, aku masih bertanya-tanya, sayangnya jawabannya justru kutemukan di ujung perpisahan kita. Saat aku dengan sangat cantik mengenakan kebaya dan kamu dengan sangat tampan mengenakan jas hitam. Siang itu kamu terlihat sangat gagah, rasanya aku ingin memelukmu, dan mengatakan semua pertanyaan yang membuatku bertahan untuk membuat ratusan puisi untukmu. Kamu menjabat tanganku dan mengucapkan selamat. Aku, dengan sangat terpaksa, membalas senyummu dengan senyuman seakan baik-baik saja. Kamu membuka suara
"SMA di mana, Dwit?" matamu tak mau melepaskanku dan tatapanmu membuat mataku sedikit berair.
Sebelum menjawab, aku menghela napas untuk mengumpulkan kekuatan, "Mau coba di SMA 1, kalau nggak dapet, ya, di SMA negeri yang lain. Kamu di mana?"
"Di Jakarta. Depok sumpek." jawabmu enteng.
"Tapi, masih sering balik ke Depok kan?"
"Kalau harus, pasti balik."
Itu kata-kata terakhirmu lalu kita saling bercengkrama seakan hari itu tak terjadi perpisahan apapun. Kamu kembali pada teman-temanmu, aku kembali pada teman-temanku. Setelah itu, kita tak bertemu lagi hingga saat ini. Aku tak tahu bagaimana rupamu saat ini. Apa hidungmu masih seperti tomat ketika sedang marah? Apa masih ada butir keringat yang menggelayut manja di helai rambutmu? Apa kamu masih tinggi? Masih berisi? Masih ingat aku?
Ah, seandainya dulu kukatakan saja perasaanku, pasti semua tak akan berakhir setolol ini. Lagipula, untuk apa diingat-ingat? Ini hari ulang tahunmu, senang-senang dululah! Ayo, sini duduk di sampingku, sedekat ketika kamu membagi makananmu untukku. Ceritakan apapun yang selama ini kulewati tentangmu, ceritakan saja semua, aku tak peduli entah itu tentang sakura di Jepang, atau tentang pertukaran pelajar yang sedang kaulaksanakan, ceritakan apa saja; pasti kudengar, Sayang.
Kalau kamu mau dengar ceritaku, kamu pasti tercengang. Aku tidak jadi insinyur, sekarang aku jadi penulis. Senjataku hanya imajinasi dan mimpi, selebihnya kepercayaanku pada cinta sejati yang menuntunku betah menulis hingga saat ini. Aku masih begini, masih suka menunggu yang tak pasti, meloncat dari satu hubungan ke hubungan lain. Entahlah, mungkin aku sedang mencari sosok sepertimu, seorang pria yang lebih tertarik pada kampus teknologi di Surabaya dan berubah menjadi pria Batak yang paham betul menggunakan kata "Cuk" dan "Asu". Semakin hari, kamu semakin humoris dan lucu.
Ngomong-ngomong selamat ulang tahun sekali lagi, maaf jika surat ini isinya hanya ingatan-ingatan bodoh yang mungkin telah kaulupakan. Aku cuma ingin kaupaham, gadis ini belum melupakanmu barang secuil pun. Kamu tetap yang pertama. Selalu yang pertama.
Selamat ulang tahun, pria yang pernah dan selalu ada. Aku masih bertanya-tanya, jika benar ini cinta, apakah kaujuga merasakan getaran yang sama?
dari Dwita-mu
yang diam-diam;
mencintaimu.
selamat ulangtahun cinta pertamanya kak dwita :)
ReplyDeleteIni buat yg di tag di twitter ya? :D
ReplyDeleteselamat ulang tahun buat si dia ya ka :') semoga dia selalu bahagia dan kaka juga bisa bahagia sepertinya :') aamiin
ReplyDeleteHati ini tidak kuasa:""")
ReplyDeletegood ka:')
ReplyDeleteKeren :')
ReplyDeletekoq gak dimasukin ke buku #JatuhCintaDiamDiam sih ?
pasti makin keren
Kak ,ceritanya sama persis kya akuu.. cuma mgkn beda umur,beda pryaan natal.. cinta pertamaku juga 5agustus, dan ini juga tahun ke empat aku knal dan dkt sm dia ..
ReplyDeleteijin reBlog ya kak Dwita ;'D
ReplyDeletehmmmm...diem-diem, aku suka sama yg nulis
ReplyDeleteBagus bgt... terharu. Siapakah kamu ?
ReplyDeletejatuh cinta berjuta rasanya, keren nih hehe
ReplyDeleteijin repost ya kak (:
ReplyDeletekak tulisan ini real life or imajinasi fiksi ?
ReplyDelete