01 September 2015

Sembilan puluh delapan hari tanpamu

#SerialTanpamu


Langit Depok siang tadi cukup terik. Aku terseok memasuki kelas dan menghadapi mata kuliah pukul dua siang. Mataku masih agak sembab dan perih, salahku yang sibuk menangisi seseorang. Saat dia menutup telepon dan menyuruh aku hanya menganggap dia teman biasa, rasanya duniaku berhenti sampai di situ. Aku menangis sejadi-jadinya sambil membekap wajahku di balik bantal. Aku patah hati lagi, padahal baru dua bulan ini aku merasa merdeka karena bisa melupakanmu. 

Kamu apa kabar? Sudah berapa bulan aku dan kamu tidak bertemu? Mungkin, terlalu panjang jika menyebut aku dan kamu, karena akupun terlalu takut untuk menyebut "kita", "kita" yang mungkin di matamu tak lagi ada. Aku ingin tahu siapa kekasihmu saat ini, bisa aku bayangkan betapa suksesnya hubungan kalian, sementara aku harus terjatuh untuk yang kedua kalinya. Kejadian semalam membuat aku kembali memaki diriku lagi dan aku sudah membayangkan hari-hari ini akan berlalu jadi makin panjang. Sewaktu ingin melupakanmu, Yo, kamu tentu tahu bahwa aku jungkir balik hanya untuk menerima kenyataan bahwa kita tidak lagi sejalan. Rasanya memang tolol, Yo, tapi pada akhirnya aku menemukan seseorang yang lebih baik darimu, yang aku pikir bisa menjadi semestaku, yang aku pikir bisa mengerti duniaku seperti kamu mengerti isi kepalaku.

Kalau aku bercerita tentang pria ini boleh tidak, Yo? Aku tidak peduli kamu akan membaca ini atau tidak. Aku tidak peduli kamu akan melihat tulisan ini atau tidak. Kali ini, aku hanya ingin kamu mendengarkan, duduk diam saja tak perlu memberi solusi apapun. Saat ini, aku sedang membayangkan hal yang tidak akan terjadi. Aku sekarang sedang bersandar di bahumu, menangis sejadi-jadinya, terisak sekuatnya, dan kamu tentu hanya diam seperti orang bodoh-- seperti biasanya.

Aku mengenal pria ini beberapa bulan setelah hubungan kita berakhir. Kalau kamu mau tahu, hari-hari yang aku lewati tanpamu adalah neraka baru yang menyebalkan buatku. Setiap hari, aku harus meyakinkan diriku, bahwa tidak akan ada lagi sepeda motor Honda CBR yang mengantarkanku pulang hingga depan rumah. Setiap saat, aku memaksa diriku agar memahami keadaan, bahwa kamu tidak akan pernah tiba-tiba datang ke rumah hanya untuk berkata betapa kamu mencintaiku dan menganggap aku adalah bagian dari duniamu. Setiap menit, aku berusaha untuk menerima semua, bahwa asap rokokmu, yang aromanya sangat aku benci itu, tidak akan pernah melingkupi indra penciumanku. Bulan-bulan aku lalui dengan usaha-usaha kecil untuk memaafkan diriku sendiri, untuk berhenti menyesali keadaan, dan untuk percaya bahwa semua akan baik-baik saja.

Dan, aku bertemu dengan pria ini. Si hitam manis yang membuat aku merasa sebahagia ketika bersamamu, bahkan lebih bahagia. Aku jatuh cinta dengannya, bahkan saat pertama kali aku berdebat mengenai universitas kami, mengenai IPK cumlaude-ku, tak lupa masalah-masalah di Indonesia. Aku mencintai pria itu, lebih besar daripada dulu aku mencintaimu, dia benar-benar membuat aku merasa bahwa kebebasan dan kebahagiaan setelah move on itu sungguhlah ada. Sejuta persen, aku melupakanmu, dan aku memuja dia dari ujung kaki hingga ujung kepala. 

Sayangnya, ya, sayangnya, gadis yang pernah menjadi mantan kekasihmu ini tidak punya daya dan upaya untuk membuat seorang pria tetap tinggal lebih lama. Dengan alasan ingin melanjutkan skripsi, dia meninggalkanku. Jangan tertawa! Tolong, jangan tertawa! Tapi, ya, memang semua terasa seperti drama. Putaran pertama sungguh istimewa, di tengah-tengah getaran makin menggila, lalu di akhir? Aku harus mengikhlaskan dia pergi. Kamu tentu mau tertawa mendengar ceritaku, sungguh, Yo, aku tidak bisa membayangkan parahnya melewati hari-hari ketika sedang patah hati.

Aku pernah tahu rasanya patah hati karena terlalu mencintaimu. Kemudian, ada pria baru yang kemudian telah membawaku ke putaran tertinggi bianglala, namun dia menjungkalkanku ke tanah, hanya demi memuaskan rasa penasaran dia, hanya demi memuaskan rasa keingintahuan dia, hanya untuk menguji apakah setiap kata cinta dari bibirku untuknya adalah nyata atau bualan belaka?

Yo, kamu tahu apa yang membuatku paling sedih? Selama berbulan-bulan aku berusaha menemukan seseorang yang lebih baik darimu. Seseorang yang bisa menawarkanku kebahagiaan seperti ketika kita makan kebab di pinggiran aliran kali Ciliwung. Seseorang yang memberikanku kebahagiaan seperti saat aku dan kamu menyanyikan lagu Taylor Swift di atas sepeda motormu. Seseorang yang tiba-tiba sudah ada di depan kampusku, tetap tersenyum meskipun tubuhnya basah oleh gerimis. Pria yang baru datang ke hidupku walau hanya sesaat itu bisa memberi kebahagiaan lebih daripada kamu membahagiakanku, Yo, tapi mengapa semua ini harus berakhir justru ketika aku sedang ada di puncak tertinggi dalam perasaan mencintai?

Aku lelah meloncat dari satu hubungan ke hubungan lain. Aku lelah menunggu ksatria baru yang akan membawaku menuju cahaya terang. Aku lelah menangisi banyak hal yang harusnya tidak aku rasakan. Aku lelah dan aku rindu dipeluk seseorang, seseorang yang berjanji tidak akan pergi, sekuat dan sehangat pelukmu. 


dari adikmu,
yang akhirnya kembali sendiri lagi.


9 comments:

  1. :'( hal yg sma sperti yg aku alami..

    ReplyDelete
  2. Pedih banget rasanya.
    Melompat dari cinta yg satu menuju cinta yg lain berharap bisa lebih baik dan trnyata lebih sakit.. :(

    ReplyDelete
  3. ngga tau mau nulis apa,, yang jelas menurutku karya2 kakak melebihi kata bagus. dengan membaca aja, kita berasa masuk kedalam cerita :)

    ReplyDelete
  4. "betapa suksenya hububgan kalian, sementara aku harus terjatuh untuk yang kesekian kali!"

    ReplyDelete
  5. "betapa suksenya hubungan kalian, sementara aku harus terjatuh lagi untuk yang kesekian kalinya!"

    ReplyDelete
  6. Hanya senyum seakan imajinasi ini kembali ntah kepada subjek dan objek yang mana pada masa yang sangat jauh itu :)

    ReplyDelete