Cinta terdiam dan
sesekali menghela napas. “Perempuan jalang!”
“Apa salahku?” keluh Pengkhianat dengan wajah tak
berdosa.
“Kamu menyakitinya tolol!” Cinta membentak dengan kasar,
ia tak mampu lagi menahan emosinya.
“Aku menyakitinya?” ulang Pengkhianat dengan wajah
seakan-akan tak melakukan kesalahan. “Dia masih milikku kan?”
“Hatinya memang milikmu, tapi bukan berarti kaubebas mematahkannya!”
Pengkhianat menatap dengan tatapan tajam, semakin tajam
seperti menusuk Cinta dengan ribuan pedang. “Memangnya kamu siapa? Pahlawannya?”
Ucapan itu terasa sangat menghujam, Cinta menutup
mulutnya rapat-rapat. Ia berpikir keras tentang jati dirinya yang belum juga
terjawab. Cinta itu siapa? Mengapa dia begitu tak tega jika Jujur disakiti oleh
Pengkhianat. Cinta berpikir keras, semakin keras hingga keringatnya mengucur
deras.
“Aku bukan siapa-siapa.” desah Cinta lembut, seperti ada
tangis yang terdengar menyayat dalam ucapannya.
“Sudah tahu bukan siapa-siapa kenapa masih bersikap sok
pahlawan?” Pengkhianat bertolak pinggang, ia menaikkan alisnya. “Aku wanita
jalang, tapi kamu wanita bodoh!”
Cinta tak berani menatap wajah Pengkhianat, ia
seakan-akan mati rasa dan tak tahu lagi harus mengeluarkan kata-kata apalagi. Kosakata
di kepalanya seakan-akan terhapus dan terbawa lari ke dunia antah berantah yang
tak mampu Cinta capai. Cinta masih bergumul dengan perasaannya dan berharap
rasa keterpurukan itu tak semakin
menghantuinya.
“Kamu memang pernah menjadi segalanya bagi Jujur, tapi
kamu tak berhak menyakiti dia lebih lama lagi!”
“Aku menyakitinya?” suara Pengkhianat terdengar licik
disertai dengan tawa sinis. “Aku hanya ingin merasakan pelukan hangat beberapa
pria dan merasakan bibir manis pria-pria lainnya. Apa aku salah?”
“Jangan jadikan dia korban! Dia sangat mencintaimu!”
“Berarti aku hebat?”
Tangan Cinta mengepal kuat, rasanya ia ingin melayangkan
tinju bertubi-tubi ke wajah yang membuat dirinya naik pitam. Ia masih berusaha
menahan emosinya, dan sesekali melirik ke arah Jujur. Pria itu terlihat lemah
dan tak berdaya, wajahnya yang pucat mengintip sesekali dari balik jendela. Cinta
begitu berjarak dengan Jujur, namun ia masih bisa merasakan apa yang dirasakan
oleh jujur. Wanita ini, Cinta, tahu kalau Jujur sedang kebingungan setengah
mati.
“Kamu selalu hebat wanita jalang!” seru Cinta dengan
desis yang lirih namun menghujam. “Tapi, kali ini kamu tidak akan kubiarkan
menang!”
“Tidak akan menang?!”
Cinta menangguk pelan.
“Kamu hanya dibodohi pria itu! Jujur tak pernah
mencintaimu!”
“Tidak masalah buatku.”
“Tidak masalah?”
“Asal dia bahagia. Cukup.”
“Omong kosong!”
“Aku tidak pernah bohong, Jujur memang selalu mencintaimu
dan ia sangat sulit melupakanmu.”
Pengkhianat tertawa pelan. “Sekali lagi... aku menang!”
“Kamu belum tentu menang.” Cinta mengujar dengan pasti. “Waktu
bisa mengubah banyak hal yang tak kautahu!”
“Aku masih segalanya bagi Jujur! Kamu hanyalah
persinggahan baginya! Pelarian! Haha!”
“Kamu boleh tertawa di awal, tapi jangan salahkan aku
kalau air matamu terjatuh di akhir!”
Setiap frasa yang terucap dari bibir Cinta terdengar
menohok. Kalimat itu membuat Pengkhianat terdiam, ia mencerna setiap kata yang Cinta
ucapkan.
“Tidak perlu kausumpahi, Cinta.” tanggap Pengkhianat
terdengar enteng. “Aku memang akan selalu tertawa!”
“Aku tahu sebenarnya kautidak bahagia. Kamu tertawa di
atas tangis orang lain, kebahagiaan semu!”
Tawa Pengkhianat berubah menjadi wajah yang masam. “Kamu
tidak akan bahagia bersamanya, Cinta. Percayalah. Jujur hanya mencintai aku. Akulah
yang selalu ada di pikiran Jujur.”
“Untuk saat ini kaumemegang kendali hatinya, tapi untuk
saat-saat berikutnya ia akan sadar dan membuka matanya, kaubukan siapa-siapa
lagi, wanita jalang!”
“Kamu benar-benar mencintainya?”
Nada tanya yang tiba-tiba menyambar cinta itu langsung
mendiamkan pita suara Cinta. Ia bergumam dalam-dalam di hatinya.
“Aku benar-benar mencintainya.”
“Jika dia tak mencintaimu?”
Tanpa pikir panjang, cinta bergumam. “Untuk alasan
apapun, aku tetap mencintainya.”
“Jika dia tak akan pernah mencintamu?”
“Bagiku, melihat senyumnya sudah cukup.”
“Cukupkah?’
Cinta mengangguk, ia kembali menatap Jujur dengan tatapan
penuh arti. Jujur menangkap sinar mata Cinta, dan tatapan itu membuka mata
Jujur semakin lebar. Sudah beberapa menit Cinta berdebat dengan Pengkhianat, ia
ingin semuanya sampai pada klimaks. Botol minum yang ada di jemari kirinya
masih ia remas gemas, ia menatap mata Pengkhianat dengan tatapan sinis dan
menyiramkan semua isi botol itu di tubuh Pengkhianat.
“BUATMU!” tangan Cinta melibas wajah Pengkhianat dengan
botol minum juga sedikit tinju yang lumayan. Cinta mengelak kencang.
Langkah Cinta terasa ringan, ia menghampiri Jujur dengan
wajah berseri-seri. Tangannya mengetuk pintu dan Jujur segera berlari
menghampiri Cinta.
Jujur segera memeluk Cinta lekat dan rapat. Ia mencium
lembut kening Cinta.
“Jadilah masa depanku.”
"sungguh indah kata-kta yg kau rajut..terasa berlari di dunia nyata.bercerita dalam sebuah mimpi nyata.ingin hati bermenuntut ilmu bersama dinda.agar kelak hamba bisa mengangkat dunia"
ReplyDeleteberbagi ilmu dong kakak.saya harap bisa berbagi ilmu menulis dengan saya.
visit my blog juga ya.
http://ajaran-kita.blogspot.com/
Tokoh yang diperankan Cinta, jujur, dan Penghianat sangat tepat. Keren abis!
ReplyDeleteMind to visit me back ch-indahpurnama.blogspot.com :-)
Luar biasa! Follow blog saya juga ya http://celotehkegalauan.blogspot.com
ReplyDeletenggak akan pernah bosen visitin blog kakak dehh :)))
ReplyDeleteIni dengan karakter dan gaya bahasa yang berbeda. Kakak rock disini :D wkwk *apadeh-_-
ReplyDeleteAWESOME !!
ReplyDeleteGILAAA!!!!
ReplyDeletegabisa berkata-kata
keren
ReplyDeletekeren kakak:)
ReplyDeleteaku suka banget kak^^
ReplyDeleteKebanyakan org merasa hebat saat dapat melumpuhkan dan menyakiti hati org yg mencintainya. Padahal kenyataannya dia yg bodoh!
Dan org yg menyembuhkan hati yg disakiti acapkali dianggap org ketiga. Padahal dialah malaikatnya. .
Suka kak bacanya :)
ReplyDelete