24 May 2014

Kapan Kamu Pulang?

Untuk Pengundang Tawaku...

Di malam minggu sedingin ini, mungkin kamu sedang berpeluk dengan seseorang, sedang merasakan hangatnya kotamu, sedang mendengarkan alunan musik di sebuah kafe yang penerangannya begitu romantis, atau mungkin malah sedang bermain biola sambil menertawakan dirimu sendiri. Malam ini, sambil mendengar lagu Firasat yang dilantunkan Dewi Lestari, aku bermaksud mengantarkan perasaan rindu ini padamu, rindu yang tak kauketahui, rindu yang tak kaupahami, rindu yang tak kaugubris sama sekali.

Hari ini, kamu tak menyapaku sama sekali. Aku berusaha mencari-cari alasan untuk menenangkan diriku sendiri. Pasti kamu sibuk, kamu sedang melakukan banyak hal, kamu sedang mengurus sesuatu yang membuatmu tak bisa terus menggenggam ponselmu. Aku tak peduli, Sayang, hingga saat aku menulis ini; aku masih ingin menunggumu. Bodohkah aku? Tololkah aku? Iya, sejak kamu hadir mengguncangkan hari-hariku, aku tak lagi bisa bedakan mana kebenaran dan ketololan. Semuanya berkiblat ke arahmu, otakku dan hatiku. Semakin hari aku semakin sadar, aku sedang dalam keadaan sangat mencintaimu.

Aku tak tahu apa arti semua ini, Sayang. Apa arti kedekatan kita? Apa arti kebersamaan kita? Apa arti komunikasi hangat kita yang terjalin selama beberapa hari ini? Aku tak tahu dan tak ingin mencari tahu. Aku hanya tahu kamu tiba-tiba hadir, membawa perasaan berbeda dalam duniaku, dan kau menyelinap ke dalam hatiku; yang pernah aku kunci rapat-rapat untuk siapapun yang ingin singgah. Aku berharap kautak hanya singgah di sini, aku berharap kauakan tinggal dan menetap, serta berjanji tak akan pergi lagi.

Aku tak tahu apa arti semua ini. Aku tak tahu mengapa kauizinkan aku melangkah pelan, masuk ke dalam duniamu, dan kaubiarkan aku mengganggu aktivitasmu, kauizinkan aku bertanya banyak hal, kautak marah ketika aku mengganggu keseriusanmu. Aku tak kamu posisikan sebagai pengganggu, kaubuka tanganmu lebar-lebar, namun kautak mengajakku masuk ke dalam pelukmu. Aku tak tahu apa arti pesan singkat kita. Apa arti kalimat "I love you, too" di akhir percakapan telepon kita. Aku tak tahu, namun aku masih ingin menjalani hari-hari ini bersamamu. Tak ingin semua berakhir dengan cepat. Aku ingin semua ini tetap ada dan terus ada, terutama kamu yang selama ini kugilai setengah mati.
Aku sadar, Sayang, aku bukan siapa-siapa di matamu. Aku juga sadar, aku hanya gadis pemimpi yang mendambakan ksatria tangguh yang suatu saat akan membangunkanku dari tidur, namun kutahu sosok itu bukan kamu. Iya, bukan kamu, dan aku sangat terluka mengetahui kamu tak akan pernah jadi siapapun, serta aku tak akan pernah jadi siapa-siapamu. Jarak kita begitu jauh, jarak kasat mata yang tak terbaca indra, jarak yang hanya mampu dibaca oleh isyarat; di baca oleh hati kita masing-masing.

Lihatlah, Sayang, aku masih mabuk kepayang mengenai pertemuan kita 23 Mei 2014 lalu. Saat pada akhirnya aku bisa merasakan tatapanmu, mendengar jelas suaramu, menikmati suara medokmu, memandangi behelmu, menjamah tas biolamu; namun masih tak berani menyentuh sosokmu. Sepulang kuliah, aku langsung menyusulmu ke sana, ke tempat semua rindu pulang, ke tempat semua pelukan pergi. Kita berdua duduk berhadapan, di bawah terik matahari kota Tangerang, dihiasi dengan desing suara pesawat yang pergi dan mendarat, di antara suara Damri dan taksi warna-warni, juga bersama suara pengumuman pesawat yang telah siap terbang. Aku tidak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini. Aku bisa menikmati sosokmu tanpa batasan layar kaca. Aku bisa, Sayang, aku bisa melihatmu, tepat di depanku. Aku bisa melihat senyummu, tawamu, mendengar suara beratmu, dan aku percaya ini bukan mimpi. Ini kenyataan yang kuperjuangkan setengah mati. Hari itu, aku pertama kali bertemu dengammu, tapi satu jam lagi kamu harus pergi. Bisakah kaubayangkan rasanya jadi aku? Saat aku sedang rindu-rindunya sama kamu.

Kamu pulang dengan janji akan kembali, aku tak tahu kapan kaukembali dan ke mana kauakan kembali, karena ini bukan kotamu, ini bukan kota kita. Kotamu di sana, bersama masa lalumu, namun aku masih bertanya-tanya apakah kota ini, kotaku, akan menjadi kota kita jika kau memutuskan diri untuk menetap di sini? Aku tak mau berandai-andai, aku tak ingin berharap terlalu banyak, aku hanya ingin bertemu denganmu lagi, di sebuah tempat yang belum pernah kita singgahi, bukan di tempat saat aku harus membiarkanmu pergi. Di mana kauakan menghabiskan masa depanmu, Sayang? Apakah kauakan bersamaku, gadis pemimpi yang telah lama mengagumimu dari layar kaca? Aku masih merasa mabuk, terbang, dan tak ingin pulang ke bumi. Aku ingin terbang bersamamu dan biarlah kita sama-sama jatuh ke bumi, dalam keadaan saling berpeluk, dalam keadaan berjanji tak akan saling meninggalkan.

Aku menunggu saat-saat itu, saat kamu ke sini dan kita bertemu seperti pertama kali kita bertemu. Di saat itu, mungkin kita bisa saling merasakan yang disebut kehangatan ketika jemari kita bergenggaman, dan sumpah demi apapun, aku tidak akan membiarkanmu pergi, menjauh barang sejengkal pun. Aku sudah cukup sakit menahan rindu, menahan perih, menahan jarak; jangan lagi siksa aku dengan kepergian dan pengabaianmu.

Aku memang tak tahu di mana kota tempatmu kembali, namun maukah kaumemilih Jakarta sebagai tempat pulangmu yang baru? Maukah kaupulang ke sini menghabiskan rindu yang selama ini menjadikanku gadis paling menyebalkan? Maukah kaupulang dan berjanji tak akan pergi lagi?

Maukah kaumemilihku sebagai tempatmu pulang?

 dari pengagummu
yang hanya dungu menyimpan rindu
gagu saat bertemu
menangis tersedu saat memelukmu.

5 comments:

  1. perasaan ini pun pernah aku alami sebelumnya kak. Dan itu... sangat menyiksa

    ReplyDelete
  2. :') kakak inspirasi disetiap karya tulisan aku juga. mampir ke blog aku ya kak...

    ReplyDelete
  3. Ini aku bangeet ka , dengan si pria tinggi hitam manis ... Thx ka inspirasi

    ReplyDelete
  4. Ini aku banget, repost yaa ka :')

    ReplyDelete
  5. good story, i like that ..

    ReplyDelete